ORANG HEBAT

ORANG HEBAT
Lebih baik naik sepeda dari pada naik mercy hasil korupsi

Search

Kamis, 28 Januari 2010

PERLINDUNGAN TKI DALAM PERDA

Beberapa Catatan untuk
Draft Peraturan Daerah Tentang Perlindungan dan Pelayanan Tenaga Kerja Indonesia Di Kabupaten Lampung Timur
(draft Perda Alternatif)


Oleh: R.Rahmanu Hendarta, SH.
Advokat dan Koordinator Program Kantor Pelayanan Bantuan Hukum ATMA



· Di Indonesia, regulasi tentang buruh migran lebih terfokus pada pengaturan mekanisme operasional penempatan buruh migran, mulai dari tata cara pendirian PJTKI (Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia), struktur pembiayan dan persoalan-persoalan teknis lainnya. Pembicaraan mengenai hak-hak buruh migran sama sekali tidak tersentuh.
· Buruh Migran yang menjadi korban memang masih belum maksimal (atau lebih tepatnya tidak ada penanganan) yang dilakukan oleh pemerintah. Selama ini kebijakan pemerintah yang berkait dengan Buruh Migran lebih banyak mengatur tentang regulasi pengerahan dan penempatannya saja, tidak pada perlindungannya. Buruh Migran oleh pemerintah Republik Indonesia lebih dipandang sebagai komoditas penghasil devisa dari pada manusia yang memiliki harkat dan martabat. Dan jikapun kemudian terjadi kasus yang menuntut pemerintah untuk segera menangani, biasanya pemerintah melemparkan tanggung jawabnya kepada Perusahaan Pengerah Buruh Migran untuk menyelesaikannya. Fakta ini memang sangat bertentangan dengan UU No. 39 Tahun 2004 tentang Tugas dan Tanggung Jawab dan Kewajiban Pemerintah khususnya Pasal 7 point e.
· Ironisnya keberadaaan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia serta keberadaan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) juga tidak membawa perubahan berarti bagi sistem perlindungan buruh migran.
· Dari hasil mapping, buruh migran Indonesia yang menggunakan Jasa Pengerah ke Luar Negeri adalah:
Tabel 1
Jumlah Buruh Migran Indonesia Asal Lampung Timur
Yang Menggunakan Jasa Pengerah
No
Menggunakan Jasa
%
1
Calo
44,16
2
PPTKIS terdaftar di Lampung
10,02
3
PPTKIS terdaftar di luar Lampung
40,47
4
PPTKIS Ilegal di Lampung
5,85
5
PPTKIS Ilegal di luar Lampung
0

Jumlah
100
Sumber: Hasil Mapping Tahun 2006, SBMI dan JARNAS PEKABUMI
Data tersebut menunjukan bahwa Buruh Migran Indonesia asal Lampung Timur, lebih banyak menggunakan jasa pengerah PJTKI Illegal yang terdapat di Lampung, serta melalui calo. Yang pada akhirnya memberi pemahaman masyarakat menempatkan posisi calo menjadi bagian dari institusi dalam prosedur pengerahan ke luar negeri. Tingginya jumlah penggunaan pengerah PJTKI illegal dan Praktek percaloan erat hubungannya dengan informasi yang diterima masyarakat sangat terbatas. Hal tersebut biasa ditemui di desa yang mobilitas penduduk desa yang rendah. Maraknya praktek percaloan dan berkembangnya PJTKI yang tidak memiliki kantor cabang di Lampung adalah bagian lemahnya monitoring dari kinerja dinas ketenagakerjaan. Lemahnya monitoring berimbas pada ketidakmampuan melakukan perlindungan pada calon buruh migran dalam penyelesaian masalah pre-departure (pra pemberangkatan), ketika pihak PJTKI berada diluar wilayah kerjanya.
Melihat lemahnya sistem pengelolaan dan perlindungan pemerintah pusat terhadap buruh migran, maka dirasa perlu menguatkan peran daerah sekaligus mengurangi peran sentralistik pemerintah pusat dengan mendorong kebijakan pemerintah daerah dalam pembuatan peraturan daerah guna memproteksi/ melindungi rakyatnya, khususnya yang menjadi buruh migran.
Dalam posisi ini, pemerintah daerah seringkali tidak peka dan tidak ada good will untuk melakukan tindakan baik dalam tingkatan kebijakan maupun tindakan-tindakan lain yang sifatnya affirmative action. Keterbatasan instrumen hukum yang menyangkut kewenangan yang mereka miliki seringkali menjadi alasan mengapa mereka tidak melakukan sesuatu atas pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.
Kondisi tersebut tersebut di atas merupakan merupakan argumentasi yang lebih dari cukup untuk disikapi oleh pemerintah daerah dengan menyusun sebuah kebijakan yang berbentuk Perda. Sehubungan dengan pembentukan perda dimaksud, dibutuhkan suatu pemetaan kewenangan, prosedur dan substansi perda yang akan disusun. Keberadaan Perda dimaksud mengatur tentang perlindungan dan pelayanan. Orientasi perlindungan mengarah pada upaya untuk meniadakan pelanggaran dan memberikan jaminan kepastian atas perolehan hak-hak buruh migran. Sedangkan orientasi pelayanan mengarah pada penyederhanaan dan sebagai landasan legitimasi pelayanan yang menjadi kewenangan otonom pemda Lampung Timur. Selain itu juga, diharapkan agar perda mampu menjadi instrumen untuk mengubah perilaku birokrasi dan masyarakat yang tidak ramah kepada buruh migran.
Setidaknya ada dua hal yang bisa diraih pemerintah dengan adanya Perda perlindungan ini. Pertama, meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dibuat secara rasional. Kedua, pelayanan dan perlindungan terhadap kepentingan buruh migran terkait birokratisasi, mahalnya biaya pengurusan, calo, perdagangan orang (trafficking) dll.
Adanya Perda berperspektif perlindungan, sangat strategis dalam meningkatkan perlindungan TKI, mengingat 80 persen akar permasalahan TKI yang mengemuka selama ini ada di dalam negeri dan berawal dari proses perekrutan di desa. Dengan mewujudkan Perda tersebut, kita menggeser perspektif perlindungan, dari perlindungan yang berorientasi pada penanganan kasus TKI di luar negeri ke perlindungan yang lebih berorientasi pada pencegahan/ pengurangan terjadinya kasus.
Ada tujuh persoalan yang dihadapi buruh migrant dan diantisipasi dalam Draft Perda tersebut, yaitu:
1. Persoalan perekrutan tak sah,
2. Pendidikan dan pelatihan,
3. Pembiayaan,
4. Penanganan dan layanan bantuan hukum,
5. Reintegrasi,
6. Data base, dan
7. Pengurusan dokumen dengan mudah dan aman.
Dari tujuh itu, lima di antaranya adalah preventif, karena berada di dalam negeri.

Tidak ada komentar: