ORANG HEBAT

ORANG HEBAT
Lebih baik naik sepeda dari pada naik mercy hasil korupsi

Search

Sabtu, 30 Januari 2010

PARALEGAL

PARALEGAL DAN BANTUAN HUKUM
Oleh: R.Rahmanu Hendarta, SH.



Latar Belakang dan Definisi
Dalam praktek hukum di beberapa negara, paralegal adalah individu yang bekerja dalam area profesi hukum, yang biasanya menjadi asisten advokat, dan individu yang bertanggung jawab untuk melakukan riset/ penyelidikan, analisa dan mengatur tugas hariannya dalam suatu kasus. Ketika kerja paralegal sudah mendekati titik temu dari kasus, maka kerja mereka terbatasi dan harus berada dalam pengawasan advokat, yang akan mengambil tanggungjawab atas kerja paralegal.
Menurut The American Bar Association: “bahwa asisten hukum atau paralegal adalah individu yang telah mengikuti pendidikan, pelatihan atau pengalaman kerja yang mana bekerja sama dengan advokat, kantor hukum/ firma hukum, perusahaan, agen pemerintah atau apa saja yang pada khususnya menjadi penerima delegasi tugas pada kerja hukum yang mana menjadi tanggungjawab advokat”. Melalui definisi tersebut, artinya tanggungjawab hukum dari kerja paralegal terletak pada pengawasan langsung dari Advokat.
Asisten hukum dan paralegal adalah individu yang membantu advokat dalam memberikan pelayanan hukumnya atau tindakan hukum. Asisten hukum dan paralegal tidak dapat memberikan nasehat hukum kepada klien. Nasehat hukum hanya dapat diberikan oleh advokat. Melalui pendidikan formal, pelatihan dan pengalaman, paralegal memiliki pengetahuan dan pengalaman sehubungan dengan system hukum dan hukum materil dan hukum formil/ acara/ procedural.
Paralegal biasanya ditemui dalam semua area dimana advokat menangani dalam peradilan, dalam bisnis real estate, dalam pemerintahan dan sebagainya. Banyak paralegal melanjutkan pendidikannya pada sekolah hukum dan akhirnya menjadi advokat. Di Amerika Serikat, Profesi paralegal mengalami perkembangan sejak diperkenalkan pada tahun 1960. Pada tahun tersebut, firma hukum dan individual praktisi hukum menggunakan jalan untuk efesiensi kerja dan efektif biaya dalam menjalankan tugasnya serta adanya peningkatan volume kerja, dimana masyarakat pencari keadilan membutuhkan pelayanan hukum. Saat ini, lebih dari 224.000 paralegal yang bekerja. (sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Paralegal).
Dalam praktek hukum di semua Negara, asisten hukum/ paralegal dilarang melakukan praktek hukum tanpa ijin/ lisensi advokat. Asisten hukum/ paralegal tidak dapat memberikan nasihat hukum, mewakili klien di pengadilan, pembahasan terhadap biaya, atau menerima kasus yang mana fungsi tersebut secara umum Asisten hukum/ paralegal tidak dapat memberikan nasihat hukum, mewakili klien di pengadilan, pembahasan terhadap biaya, atau menerima kasus yang mana fungsi tersebut secara umum dipertimbangkan secara seksama dalam praktek hukum.

Apa yang dapat dilakukan Paralegal?
Dalam melakukan komunikasi dengan klien dan masyarakat, posisi asisten hukum/ paralegal harus jelas. Asisten hukum/ paralegal dapat melakukan fungsi delegasi dari advokat yang dibatasi dengan hal-hal sebagai berikut:
1. melakukan Interview langsung dengan klien dan memelihara hubungan baik dengan klien, sepanjang klien sadar terhadap status dan fungsi asisten hukum/ paralegal, dan bekerja dibawah pengawasan dari advokat;
2. melakukan investigasi di tempat kejadian perkara dan interview saksi-saksi;
3. melakukan investigasi dan membuat fakta statistic dan studi dokumen;
4. melakukan studi hukum;
5. membuat rancangan dokumen hukum, surat menyurat (korespondensi) dan surat permohonan-permohonan atau pembelaan;
6. membuat ringkasan pernyataan, pemeriksaan dan kesaksian;
7. menghadiri pelaksanaan tindakan hukum (eksekusi), pernyataan-pernyataan, administrasi pengadilan dan pemeriksaan pengadilan dengan advokat;
8. membuat dan menandatangani surat menyurat sepanjang ada kejelasan akan status asisten hukum/ paralegal dan surat menyurat tersebut bukan pendapat hukum (legal opinion) dan nasehat hukum (legal advice);

Paralegal Dalam Bantuan Hukum
Dalam dunia bantuan hukum dikenal adanya “perkara struktural”. Oleh beberapa kalangan praktisi hukum, Perkara Struktural diartikan sebagai suatu perkara yang bersifat massal, ada aspek kekuasaan, terkait dengan hak - hak masyarakat, terdapat kepentingan penguasa, ada penindasan atau pelanggaran hak-hak tertentu karena kekuasaan.
Perkara struktural biasanya terjadi dalam penerapan kebijakan oleh pemerintah, misalnya: Pemerintah di suatu daerah akan membangun jalan untuk sarana transportasi umum, pejabat didaerah tsb tidak mau membayar ganti rugi tanah yang terkena proyek kepada warga pemilik tanah dengan dalih untuk kepentingan umum. Jika mereka menuntut ganti-rugi maka akan dianggap menentang pemerintah atau menghambat pembangunan. Padahal mereka berhak mendapat ganti-rugi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Perkara struktural juga bisa terjadi jika seseorang atau beberapa orang yang memiliki modal bekerjasama dengan penguasa tidak memenuhi hak-hak pekerja. Misalnya : Seorang pengusaha tidak mau melaksanakan hak-hak normatif buruh atau memotong upah buruh tanpa sepengetahuan si buruh. Dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja mengetahui pelanggaran tsb tetapi tidak melakukan tindakan apa-apa karena takut pengusaha tidak bekerjasama dengan pemerintah daerah setempat. Contoh lain adalah: seseorang yang dituduh sebagai anggota organisasi yang menganut paham komunis oleh pemerintah, tetapi tidak bisa membuktikan kebenarannya.
Di Indonesia banyak terjadi kasus-kasus yang struktural. Tidak dapat dipungkiri bahwa penguasa pada zaman Orde baru yang cenderung otoriter dan penyelenggaraan pemerintahannya yang korup telah menimbulkan sejumlah perkara struktural hingga saat ini.
Dalam menangani perkara struktural ada beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh Paralegal, yakni:

a. Melakukan Investigasi
Investigasi adalah suatu usaha untuk mendapat data-data dan informasi tentang suatu perkara melalui penyelidikan. Investigasi dapat dilakukan dengan melakukan wawancara (interview) dengan korban, saksi-saksi atau narasumber lain yang berkaitan dengan perkara tsb. Penelusuran dokumen/surat-surat juga sangat penting untuk mendapatkan data-data yang akurat. Jika upaya memperoleh dokumen tertulis sulit dilakukan maka kita dapat melakukan komunikasi dengan seorang pejabat yang bersedia membeberkan berbagai informasi. Kita juga dapat meminta seseorang yang memiliki informasi membuat surat pernyataan sebagai salah satu bukti. Untuk mendapatkan data yang maksimal paling tidak kita dapat menggunakan metode 5 W + 1H (What, Who, When, Where, Why + How).
Salah satu kunci keberhasilan penanganan perkara struktural adalah banyaknya dan akuratnya data/informasi yang kita peroleh dari hasil investigasi. Tidak jarang seseorang gagal membela hak-hak kliennya karena minimnya data yang dimiliki.

b. Melakukan Analisis secara Hukum / Memetakan Perkara
Setelah menyusun kronologi secara lengkap dan mengolah data-data lain yang kita peroleh, lalu kita menyusun langkah follow up berikutnya. Data- data tsb perlu dianalisis apakah kasus tsb merupakan persoalan hukum atau bukan. Perlu diingat bahwa suatu perkara dapat diproses secara hukum jika ada bukti-bukti yang cukup.
Memahami suatu perkara dengan cara “membedah’ perkara tsb akan sangat membantu proses penyelesaiannya. Dengan kata lain kita “memetakan” suatu persoalan. Sebab mengetahui kekuatan atau kelemahan suatu perkara akan menentukan bagaimana metode penyelesaian perkara tsb dilakukan.

c. Mengorganisir Para Korban (jika jumlahnya banyak)
Pembentukan suatu kelompok atau wadah bagi para korban sangat besar perannya untuk membantu proses penyelesaian perkara. Karena melalui suatu “organisasi” akan mempermudah pengumpulan data-data, mempermudah penyebaran informasi, sebagai antisipasi “penyusupan” pihak lawan. Disamping itu organisasi juga dapat difungsikan untuk menjaga semangat dan kebersamaan para korban/ klien selama proses penyelesaian perkara.

d. Melakukan Perundingan / Negosiasi
Perkara struktural dapat ditempuh melalui penyelesaian litigasi (pengadilan) dan non litigasi (di luar pengadilan). Untuk mempercepat penyelesaian suatu perkara maka upaya non litigasi melalui perundingan dengan para pihak yang bersengketa akan lebih efektif jika perkara tsb harus melalui proses peradilan yang relatif membutuhkan waktu lama.
Seorang paralegal yang mampu bernegosiasi dengan baik dengan pihak lawan maupun pihak yang berkaitan dengan perkara tersebut akan mendapatkan keuntungan yang besar daripada harus berperkara di pengadilan.

e. Melakukan Upaya Hukum (menuntut atau menggugat)
Jika perkara tsb gagal diselesaikan melalui perundingan maka dapat dilakukan gugatan (perdata) atau tuntutan (pidana) terhadap pihak-pihak yang merugikan para korban. Tentu saja dalam hal ini dibutuhkan bukti-bukti yang lengkap dan biaya yang cukup untuk mengajukan gugatan ke pengadilan. Selain gugatan oleh perorangan, gugatan dapat juga dilakukan dengan class action atau legal standing.

f. Memantau/ Monitoring Proses Hukum
Penyelesaian suatu perkara baik pidana maupun perdata kadang membutuhkan waktu yang lama. Penyidikan terhadap suatu perkara pidana di kepolisian misalnya sering terhambat dengan beberapa faktor seperti : kurangnya alat bukti, sulitnya memeriksa saksi-saksi, sikap penyidik yang tidak serius atau sungguh-sungguh menangani perkara. Sedangkan jika perkara tsb diajukan ke pengadilan maka dibutuhkan kesabaran untuk menunggu hasil persidangan yang bertele-tele,atau penundaan beberapa kali sidang. Belum lagi jika berhadapan dengan “mafia peradilan”.
Untuk mempercepat proses hukum tsb perlu dilakukan monitoring terhadap perkara yang sedang ditangani. Sehingga jika kita mengetahui perkaranya tidak ditangani secara profesional maka kita dapat memprotes atau mendesak penyelesaiannya serta menjaga intervensi pihak ketiga dalam proses hukum tsb.

g. Mempublikasikan perkara
Penyampaian suatu perkara kepada publik melalui media massa akan sangat membantu penyelesaian perkara karena dimungkinkan akan terbentuk opini publik dan dukungan dari berbagai pihak yang simpati kepada para korban.
Seorang penyidik biasanya akan mendapat “teguran” dari atasannya apabila perkara yang ditanganinya dimuat di media massa yang menggambarkan kelambanan polisi dalam menangani suatu perkara.

h. Melakukan Lobby
Lobby adalah upaya untuk memperlancar tujuan penyelesaian perkara. Tentu saja lobby yang dilakukan bukan dengan cara “menyogok” seseorang/ pejabat dengan uang atau iming-iming barang berharga. Akan tetapi lobby misalnya dapat dilakukan kepada seorang pimpinan perusahaan, kepala instansi tertentu atau pejabat negara dengan tujuan agar pimpinan atau pejabat tsb turut membantu dan mempercepat penyelesaian perkara yang kita tangani sesuai dengan kewenangannya.

Seringkali dalam penyelesaian suatu perkara struktural para korban jenuh atau bosan dengan birokrasi dan sistem penegakan hukum yang mereka anggap memperlambat penyelesaian perkara mereka. Tidak jarang sekelompok massa (korban) mendatangi kantor Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, DPRD, dan lembaga lain yang tersangkut dengan perkara tersebut untuk menuntut hak-hak mereka dan penyelesaian perkara dipercepat .
Kesalahpahaman antara pengunjuk rasa (korban) dengan aparat kepolisian di lapangan sering berakhir dengan bentrokan yang menimbulkan korban baru. Permasalahan itu tentunya akan mengganggu proses penyelesaian perkara yang sedang ditangani jika para korban tidak mampu mengendalikan diri dalam memperjuangkan hak - haknya. Sebenarnya hal ini dapat diantisipasi dengan cara Paralegal memberikan beberapa penjelasan tentang proses hukum suatu perkara, misalnya penanganan perkara di Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, upaya banding ke Pengadilan Tinggi, kasasi ke Mahkamah Agung dan peninjauan kembali serta berbagai upaya hukum lainnya.
Sedangkan untuk mengantisipasi unjuk rasa yang anarkhis maka paralegal harus dijelaskan kepada mereka bagaimana caranya menyampaikan aspirasi, protes, desakan yang tidak bertentangan dengan hukum, misalnya melakukan sosialisasi Undang - Undang tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, Undang - Undang tentang Hak Asasi Manusia, dan lain-lain. Tidak jarang memang dalam kasus-kasus struktural ada beberapa oknum aparat bahkan preman terlibat untuk menghalang-halangi para korban memperjuangkan hak-haknya. Jika para korban (massa) terpancing dengan sikap aparat maupun preman maka akan terjadi konflik fisik.
Menangani kasus struktural membutuhkan kearifan dan kebijaksanaan serta mengedepankan cara-cara damai dan sesuai dengan hukum. Keberhasilan seseorang paralegal menangani perkara struktural adalah tergantung bagaimana ia “mengelola” perkara tersebut.




Metro, 25 September 2007

Tidak ada komentar: