ORANG HEBAT

ORANG HEBAT
Lebih baik naik sepeda dari pada naik mercy hasil korupsi

Search

Minggu, 31 Januari 2010

PETA LAMPUNG




Tanggal penting
18 Maret 1964 (hari jadi)
Ibu kota
Bandar Lampung
Gubernur
Sjachroedin ZP
Luas
35.376 km2
Penduduk
7.289.500 (+/-)
Kepadatan

Kabupaten
12
Kodya/Kota
2
Kecamatan
162
Kelurahan/Desa
2.072
Suku
Suku Lampung (25%), Suku Jawa, Suku Sunda, Suku Bali
Agama
Islam (92%), Protestan (1,8%), Katolik (1,8%), Buddha (1,7%), Lain-lain (2,7%)
Bahasa
Bahasa Lampung, Bahasa Indonesia, Bahasa Sunda, Bahasa Jawa, Bahasa Bali
Zona waktu
WIB
Lagu Daerah
Sang Bumi Ruwa Jurai dan Pang Li Pandang

I. Lampung Dalam Angka
I.1. Sejarah dan Penyebaran Etnis
Piagam Bojong menunjukkan bahwa tahun 1500 hingga 1800 Masehi Lampung dikuasai oleh kesultanan Banten. Putra mahkota Banten, Sultan Haji, menyerahkan beberapa wilayah kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa kepada Belanda. Di dalamnya termasuk Lampung sebagai hadiah bagi Belanda karena membantu melawan Sultan Ageng Tirtayasa. Permintaan itu termuat dalam surat Sultan Haji kepada Mayor Issac de Saint Martin, Admiral kapal VOC di Batavia yang sedang berlabuh di Banten. Surat bertanggal 12 Maret 1682 itu isinya, “Saya minta tolong, nanti daerah Tirtayasa dan negeri-negeri yang menghasilkan lada seperti Lampung dan tanah-tanah lainnya sebagaimana diinginkan Mayor/ Kapten Moor, akan segera serahkan kepada kompeni”. Surat itu kemudian dikuatkan dengan surat perjanjian tanggal 22 Agustus 1682 yang membuat VOC memperoleh hak monopoli perdagangan lada di Lampung. Akan tetapi, upaya menguasai pasar lada hitam Lampung kurang memperoleh sambutan baik. Pada 21 November 1682 VOC kembali ke pulau Jawa hanya membawa 744.188 ton lada hitam seharga 62.292,312 gulden. Dari angka itu dapat disimpulkan bahwa Lampung kala itu dikenal sebagai penghasil lada hitam utama. Lada hitam pula yang mengilhami berbagai negara Eropa ambil bagian dalam konstelasi politik Nusantara kala itu. Penguasaan sumber rempah-rempah dunia berarti menguasai perdagangan dunia-dan tentu saja wilayah. Kejayaan Lampung sebagai sumber lada hitam pun mengilhami para senimannya sehingga tercipta lagu Tanoh Lada. Bahkan, ketika Lampung diresmikan menjadi provinsi pada 18 Maret 1964, lada hitam menjadi salah satu bagian lambang daerah itu. Namun, sayang saat ini kejayaan tersebut telah pudar.
DILIHAT dari letak geografis dan sejarah demografisnya, Lampung adalah daerah terbuka dengan beragam penduduk. Sejak awal dikesankan sebagai daerah tak bertuan, yang membuat pemerintahan Belanda pada tahun 1905 melakukan program kolonisasi (transmigrasi) dari Jawa. Ada banyak etnis yang migrasi ke Lampung. Migrasi berantai penduduk Jawa melalui program kolonisasi ke Lampung, menurut catatan administratif dimulai tahun 1905. De facto sebenarnya dimulai tahun 1903. Migran Jawa pertama di tahun 1903 itu terdiri dari 41 orang, di antaranya seorang wanita. Mereka mendiami salah satu daerah di Gedongtataan, Lampung Selatan.
Dari bukti-bukti sejarah, etnis Semendo (Sumatera Selatan) adalah migran tertua di Lampung. Mereka datang tahun 1880-an, mendiami wilayah pegunungan dengan spesifikasi tanaman kopi. Etnis ini dikenal dengan sebutan orang Rebang. Jauh sebelumnya adalah etnis Banten. Mereka migrasi pada zaman kerajaan tua, mendiami wilayah pesisir selatan dan barat Lampung. Setelah Banten dan Semendo adalah etnis Ogan (Sumsel), mendiami daerah pegunungan dimulai tahun 1900-an hingga muncul Desa Oganlima.
Dalam perjalanannya, Lampung menjadi daerah yang terbuka lebar. Sebagai provinsi yang hingga tahun 1977 - 1978 menjadi tujuan program transmigrasi umum, Lampung menjadi "Indonesia Mini". Letaknya yang strategis, sebagai gerbang Jawa-Sumatera, menjadikan Lampung lintas berbagai aktivitas ekonomi, budaya, dan politik. Keterbukaan geografis Lampung memungkinkan bertumbuh dan masuknya pengaruh budaya luar melalui pintu masuk yang dilewati pelaku ekonomi, budaya, dan politik. Anshori Djausal, intelektual Lampung mengatakan, pengaruh itu sudah ada sejak awal sejarahnya.
Di provinsi paling selatan Sumatera ini sudah ada banyak etnis (pendatang) yakni Sunda, Banten, Sumatera Selatan (Sumsel), Bali, Jawa, Ambon, Batak, Timor, Cina, dan sebagainya. Etnis mayoritas berasal dari Jawa sehingga Lampung sering dijuluki "Jawa Utara". Penduduk asli Lampung ada 25 persen dari jumlah penduduknya (sekitar tujuh juta jiwa). Sisanya pendatang, yang kebanyakan mengikuti progam transmigrasi atau migrasi.
Sebutan itu sebenarnya menguat karena masih adanya simbol-simbol yang hidup. Misalnya, berupa adat istiadat, bahasa ibu, pola perkampungan dan bangunan rumah penduduk. Kecuali di pedesaan, tanda lahir ini terlihat sudah sangat tipis di perkotaan. Kalau dilihat dari tipe rumah, yakni rumah penduduk asli masih berupa rumah panggung khas arsitek Sumatera (Selatan). Pola perkampungan-mereka menyebut kampung dengan kata tiyuh, anek atau pekon-masih pola lama atau tradisional. Contoh, satu kampung dibagi dalam beberapa bagian disebut bilik. Di setiap bilik terdapat rumah besar yang dalam terminologi bahasa Lampung disebut nowou balak atau nowou menyanak. Hingga kini sebutan kepala kampung, kepala pekon pun masih ada. Penduduk "pendatang" menyebut kampung atau pekon tadi dengan kata desa (Jawa) yang dipimpin kepala desa atau lurah. Dari kategori-kategori itulah antara lain muncul sebutan penduduk "asli" (putra daerah) dan "pendatang".
WARGA "asli" Lampung tersebar di Kalianda, Liwa, Kotabumi, Kotaagung, Way Kanan, Menggala, Sukadana, Abung, dan Jabung. Juga etnis lokal ini membangun permukiman di Bahuga, Sungkai, Terbanggi Besar, Gunung Sugih, Blambangan Pagar, dan Bandar Lampung. Sementara penduduk trans Bali banyak bermukim di Seputih Surabaya, Seputih Mataram, Seputih Banyak, Seputih Raman dan juga di Pesisir Krui. Mereka membangun perkampungan dengan arsitektur rumah dan pekarangannya tidak meninggalkan ciri-ciri kedaerahan di Bali.
Pendatang mayoritas, yakni suku Jawa, menyebar merata di seluruh pelosok dan tempat di Lampung, yang secara administratif kini sudah terbagi atas 10 kabupaten dan kota. Suku Jawa mudah dikenal dari tipe rumah, nama desa atau kecamatannya. Kalirejo, Pringsewu, Sidodadi, Sukoharjo, Bangunrejo, Purworejo, Sidomulyo, dan Wates, adalah contoh nama desa dan kecamatan yang menjadi pusat permukiman Jawa. Mereka umumnya transmigran yang sudah beranak cucu, lahir dan kemudian meninggal di Lampung. Sekalipun etnis Jawa mendominasi populasi penduduk Lampung, tetapi mereka tak pernah menunjukkan perilaku arogan mayoritas. Demikian juga penduduk asli Lampung, tak pernah tertutup terhadap masuknya penduduk luar. Orang Jawa adalah kelompok mayoritas di Lampung. Sekalipun demikian, mereka tak pernah mendominasi atau menguasai warga pribumi Lampung dalam segala hal. Seluruh kelompok masyarakat yang ada mampu menjaga keseimbangan dalam berinteraksi.

I.2. Topografi
I.2.a.Letak dan Kondisi Alam
Provinsi Lampung seluas 35.376,50 km2 terletak pada garis peta bumi: timur-barat di antara 105o 45' serta 103o 48' bujur timur; utara selatan di antara 3o dan 45' dengan 6o dan 45' lintang selatan. Daerah ini di sebelah barat berbatasan dengan Selat Sunda dan di sebelah timur dengan Laut Jawa. Beberapa pulau termasuk dalam wilayah Provinsi Lampung, yang sebagian besar terletak di Teluk Lampung, di antaranya: Pulau Darot, Pulau Legundi, Pulau Tegal, Pulau Sebuku, Pulau Ketagian, Pulau Sebesi, Pulau Poahawang, Pulau Krakatau, Pulau Putus, dan Pulau Tabuan. Ada juga Pulau Tampang dan Pulau Pisang di yang masuk ke wilayah Kabupaten Lampung Barat.
Keadaan alam Lampung, di sebelah barat dan selatan, di sepanjang pantai merupakan daerah yang berbukit-bukit sebagai sambungan dari jalur Bukit Barisan di Pulau Sumatera. Di tengah-tengah merupakan dataran rendah. Sedangkan ke dekat pantai di sebelah timur, di sepanjang tepi Laut Jawa terus ke utara, merupakan perairan yang luas.
Gunung-gunung yang puncaknya cukup tinggi, antara lain:
Gunung Pesagi (2262 m) di Sekala Brak, Lampung Barat
Gunung Seminung (1.881 m) di Sukau, Lampung Barat
Gunung Tebak (2.115 m) di Sumberjaya, Lampung Barat
Gunung Rindingan (1.506 m) di Pulau Panggung, Tanggamus
Gunung Pesawaran (1.161 m) di Kedondong, Lampung Selatan
Gunung Betung (1.240 m) di Teluk Betung, Bandar Lampung
Gunung Rajabasa (1.261 m) di Kalianda, Lampung Selatan
Sungai-sungai yang mengalir di daerah Lampung menurut panjang dan cathment area (c.a)-nya adalah:
Way Sekampung, panjang 265 km, c.a. 4.795,52 km2
Way Semaka (Semangka), panjang 90 km, c.a. 985 km2
Way Seputih, panjang 190 km, c.a. 7.149,26 km2
Way Jepara, panjang 50 km, c.a. 1.285 km2
Way Tulangbawang, panjang 136 km, c.a. 1.285 km2
Way Mesuji, panjang 220 km, c.a. 2.053 km2
Way Sekampung mengalir di daerah kabupaten Tanggamus dan Lampung Selatan. Anak sungainya banyak, tetapi tidak ada yang panjangnya sampai 100 km. Hanya ada satu sungai yang panjangnya 51 km dengan c.a. 106,97 km2 ialah Way Ketibung di Kalianda.
Way Seputih mengalir di daerah kabupaten Lampung Tengah dengan anak-anak sungai yang panjangnya lebih dari 50 km adalah
Way Terusan, panjang 175 km, c.a. 1.500 km2
Way Pengubuan, panjang 165 km, c.a. 1.143,78 km2
Way Pegadungan, panjang 80 km, c.a. 975 km2
Way Raman, panjang 55 km, c.a. 200 km2
Way Tulangbawang mengalir di kabupaten Tulangbawang dengan anak-anak sungai yang lebih dari 50 km panjangnya, di antaranya:
Way Kanan, panjang 51 km, c.a. 1.197 km2
Way Rarem, panjang 53,50 km, c.a. 870 km2
Way Umpu, panjang 100 km, c.a. 1.179 km2
Way Tahmy, panjang 60 km, c.a. 550 km2
Way Besay, panjang 113 km, c.a. 879 km2
Way Giham, panjang 80 km, c.a. 506,25 km2
Way Mesuji yang mengalir di perbatasan provinsi Lampung dan Sumatera Selatan di sebelah utara mempunyai anak sungai bernama Sungai Buaya, sepanjang 70 km dengan c.a. 347,5 km2.
Hutan-hutan besar di dataran rendah dapat dikatakan sudah habis dimanfaatkan untuk keepentingan pembangunan pertanian, untuk para transmigran yang terus-menerus memasuki daerah ini. Kayu-kayu hasil hutan diekspor ke luar negeri. Hutan-hutan yang masih ada, yang tanahnya dapat dikatakan belum banyak dibuka sebagian besar terletak di sebelah barat, di daerah Bukit Barisan Selatan.
Beberapa kota di daerah provinsi Lampung yang tingginya 50 m lebih dari permukaan laut adalah: Tanjungkarang (96 m), Kedaton (100 m), Metro (53), Gisting (480 m), Negerisakti (100 m), Pringsewu (50 m), Pekalongan (50 m), Batanghari (65 m), Punggur (50 m), Padangratu (56 m), Wonosobo (50 m), Kedondong (80 m), Sidomulyo (75 m), Kasui (200 m), Sri Menanti (320 m), dan Kota Liwa (850 m).

I.2.b.Kabupaten dan Kota

No.
Kabupaten/Kota
Ibu kota
1
Kabupaten Lampung Barat
Liwa
2
Kabupaten Lampung Selatan
Kalianda
3
Kabupaten Lampung Tengah
Gunungsugih
4
Kabupaten Lampung Timur
Sukadana
5
Kabupaten Lampung Utara
Kotabumi
6
Kabupaten Mesuji
?
7
Kabupaten Pesawaran
Gedong Tataan
8
Kabupaten Pringsewu
?
9
Kabupaten Tanggamus
Kotaagung
10
Kabupaten Tulang Bawang
Menggala
11
Kabupaten Tulang Bawang Barat
?
12
Kabupaten Way Kanan
Blambangan Umpu
13
Kota Bandar Lampung
-
14
Kota Metro
-

I.2.c. Penduduk
BERDASARKAN Pendataan Penduduk clan Pencatatan Pemilih Berkelanjutan (P4B) yang dilaksanakan oleh Badan Pusat/Statistik Provinsi Lampung pada bulan April 2003, populasi penduduk Provinsi Lampung adalah sckitar 6.900.000 jiwa. Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2000, dengan jumlah penduduk saar itu 6.646.890 jiwa, komposisi pcnduduknya menurut suku angsa adalah suku Jawa 61,88% (4.113.731 jiwa) , suku Lampung (Pepadun, Abung Bunga Mayang, Peminggir) 11,92% (792.312 jiwa), suku Sunda (termasuk Banten) 11,27% (749.566 jiwa), suku Semendo dan Palembang 3,55% (236.292 jiwa), dan suku bangsa lainnya (Bengkulu, Batak, Bugis, Minang dll.) 11,35% (754.989 jiwa).
I.2.d.Potensi
Lampung fokus pada pengembangan lahan bagi perkebunan besar seperti kelapa sawit, kopi, jagung dan tebu. Dan di beberapa daerah pesisir, komoditas perikanan seperti tambak udang lebih menonjol, bahkan untuk tingkat nasional.
I.2.e.Pariwisata
Tahun 2009 Pemerintah Propinsi Lampung mencanangkan tahun kunjungan wisata. Jenis Wisata yang dapat dikunjungi diLampung adalah Wisata Budaya dibeberapa Kampung Tua diSukau,Liwa,Kembahang,Batu Brak,Kenali,Ranau dan Krui diLampung Barat dan Festival Sekura yang diadakan dalam seminggu setelah Idul Fitri diLampung Barat,Festival Krakatau di Bandar Lampung,Festival Teluk Stabas diLampung Barat,Festival Way Kambas di Lampung Timur. Wisata Bahari di Krui,Danau Ranau,Kota Agung,Kalianda

II. Mapping Partai Politik dan Pengkotakan Kekuasaan

Meski Lampung berada di Pulau Sumatera, provinsi ini dikuasai orang Jawa. Tak kurang dari 70% penduduknya berasal dari tanah Jawa, 25% asli Lampung, dan 5% suku-suku lain dari berbagai penjuru Nusantara. Secara ideologis-politis, penduduk Jawa di Lampung memang amat dekat dengan identitas nasionalis yang direpresentasikan lewat tokoh Soekarno. Tidak heran jika mereka akan banyak mengalirkan dukungan kepada PDI-P, parpol penyokong Sjachroedin. 60 persen dari 7,4 juta jiwa penduduk Lampung adalah warga dari suku Jawa.
Selain mengusung isu primordial, pasangan calon gubernur dan wakil gubernur di Lampung ternyata juga mengusung simbol-simbol sukunya. Semua pasangan sangat kental dalam mengusung simbol Jawa dan Lampung. Maklum, kedua daerah itu mendominasi geopolitik Lampung. Berbeda dengan daerah lain di luar Pulau Jawa.
Tidak heran jika parpol selalu mengkombinasikan suku Jawa dan Lampung di arena pertarungan. Dan, semua calon berlomba menarik dukungan dari dua suku itu. Bahkan, untuk urusan sapaan pun, politisi menggunakan bahasa kedua suku itu. Politisi Lampung memakai sapaan Bang dan Kanjeng, politisi Jawa memakai sapaan Mas atau Pak De.
Bagi politisi, simbol-simbol suku harus mereka kenakan karena pemilih hanya tertarik dengan faktor kesukuannya dibandingkan mendengarkan program politik yang dijual para kandidat. “Politisi yang tidak mengusung isu primordial pasti tersingkir, apalagi simbol-simbol Jawa yang sangat mendominasi geopolitik Lampung,” PDI-P, misalnya, sekalipun terlihat rapuh di beberapa wilayah, tetapi—sebagaimana yang terjadi Lampung—mampu merebut berbagai ajang pilkada.

Tidak ada komentar: